Rahim Pengganti

Bab 100 "Mengiklaskan"



Bab 100 "Mengiklaskan"

0Bab 100      

Mengikhlaskan     

"Mas Mama Mas," ucapnya dengan air mata yang mengalir sangat deras.      

"Mama baik baik saja kok," ucapan itu selalu saja di ucap kan oleh Bian. Pria itu juga menyakinkan diri nya bahwa sang Mama akan baik baik saja, tidak perlu khawatir atau lun cemas dengan keadaan seperti itu.      

Brak      

Sebuah gelas tidak sengaja terjatuh di sana, seseorang yang Siska kenal menyenggol dirinya. Pertemuan yang tidak di inginkan membuat keduanya saling menatap satu dengan lainnya.      

Hingga suara dering ponsel membuat, Siska mengakhir pandangannya mengambil ponsel tersebut dan mengangkatnya.      

"Halo iya mas kenapa?" tanya Siska.      

Tubuh Siska menegang, wanita itu terdiam air matanya mengalir dengan begitu deras, sungguh kabar ini benar benar menyakiti hatinya.      

"Mas tolong antar aku ke Jakarta," ucap Siska dengan dada yang sudah sangat sesak.      

"Kenapa ada apa?" tanyanya.      

"Mama tak sadarkan diri," ujar Siska.      

Deg      

Deg     

***     

Menangis rasa nya sudah tak mampu, tubuh ini sudah tidak bisa berpijak lagi. Semua yang terjadi saat ini seperti mimpi, mimpi yang membuat setiap orang ingin segera terbangun. Mimpi yang begitu buruk, mimpi yang tidak ingin dilalui.      

Siska hanya diam, di samping jenazah ibu nya Mama Ratih menghembuskan napas terakhir nya ketika Siska sampai di rumah sakit. Tiga bulan lalu, Mama Ratih di vonis kanker darah, tapi wanita itu tidak ingin merepotkan keluarga nya.      

Diam hanya hal itu yang selama tiga bulan ini dilakukan. Rasa tak percaya menyelimuti Carissa. Wanita itu terpukul dengan apa yang terjadi, dirinya menyesal tidak memperhatikan setiap perubahan yang terjadi.      

Baik Carissa dan Siska hanya bisa mengeluarkan air mata nya, kedua wanita itu saling menguatkan. Saling memeluk, sedang kan Bian sibuk menyiapkan pemakaman sang Mama. Jangan tanya bagaimana keadaan Bian saat ini, pria itu sangat rapuh tapi dirinya harus menjadi orang yang kuat di depan Siska dan Caca.      

"Kamu istirahat aja dulu, biar mereka yang memindahkan semuanya," ucap Alan. Namun, Bian hanya menggelengkan kepala nya, melihat hal itu membuat Alan hanya bisa pasrah dan diam. Pria itu tahu, bagaimana perasaan Bian saat ini. Perasaan yang memang sulit di artikan, Bian berusaha untuk melapangkan dadanya menerima keadaan tapi sebagai seorang anak tidak mungkin bisa menerima hal tersebut dengan mudah.     

"Saya tahu kamu terluka, saya juga pernah ada di posisi kamu. Tapi tolong jangan buat kamu juga terlihat pura pura lemah, padahal tidak. Jadi saya mohon untuk istirahat. Ada Carissa dan Siska yang membutuhkan pundakmu, untuk bersandar," ucap Alan. Pria itu lalu  pergi meninggalkan Bian seorang diri, air mata yang sudah sejak tadi dirinya tanpa akhirnya tumpah juga.      

Di kursi itu, Bian menangis menumpahkan semua perasaan yang mengganjal di dalam hatinya. Orang yang ingin mendekati Bian mengurungkan niat nya, mereka tahu bagaimana perasaan Bian saat ini.      

***      

Prosesi pemakaman Mama Ratih berjalan dengan lancar, Siska yang terlihat sangat lemah bisa melewati semuanya hanya Caca yang tiba tiba pingsan salah jenazah Mama Ratih akan masuk ke dalam tanah.      

Bian hanya bisa menatap ke arah Caca yang sudah digotong oleh Alan, bersama Bunda Iren sedangkan Bunga ada di rumah menjaga Melody.      

Setelah selesai, semua orang mulai pergi dari makam. Hanya tinggal Siska bersama dengan Jodi, pria itu di minta Bian untuk menjaga adiknya. Karena Bian harus segera melihat, sang istri yang sudah lebih dulu pergi ke rumah.      

"Ma … kenapa Mama pergi begitu cepat, kenapa mama gak bilang sama kita kalau mama sakit. Kenapa Mama cuma diam aja, kita jadi tidak tahu apa yang Mama rasakan. Aku harap … mama sudah tidak sakit lagi, aku, Mas Bian dan Mbak Caca selalu menyayangi Mama."      

Jodi yang mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Siska hanya bisa terdiam, pria itu juga tidak tahu harus bersikap seperti apa. Jodi juga merasakan semua kehilangan yang sangat besar. Bagi pria itu Mama Raih bukan hanya sekedar orang tua Bian, tapi juga dirinya.      

Sosok wanita yang selalu mau direpotkan, dan tidak pernah membedakan siapa aku siapa dia. Itulah mama Ratih, terlalu banyak kenangan dirinya membuat semua teman teman Bian tidak bisa melupakannya.      

***      

Entah ini, kabar baik atau juga kabar buruk. Di saat, seperti ini duka menyerang keluarga ini. Kebahagian juga datang menghampiri. Carissa dinyatakan hamil anak kedua, wanita itu hanya bisa diam duduk di dalam kamar mencernah setiap kata yang diucapkan oleh dokter yang memeriksa keadaan Caca.      

Ceklek     

Pintu kamar Caca terbuka, di sana ada Bian masuk dengan membawa makanan. Pria itu mendapatkan kabar jika istrinya tidak mau makan. Padahal dokter sudah mengatakan untuk Caca tetap menjaga dirinya.      

Karena saat ini, wanita itu tidak seorang diri ada bayi yang juga mempertaruhkan nyawa nya kepada Caca. Melihat sang suami, membuat Caca kembali menangis. Bian seger mendekat dan memeluk istrinya itu, dirinya tahu di saat seperti ini, Carissa membutuhkan banyak perhatian lebih.      

"Gak boleh nangis Sayang, nanti jagoan ayah ikutan nangis," ujar Bian sembari mengusap kepala Caca dengan begitu kasih sayang.      

Mendengar hal itu semakin membuat, Carissa meneteskan air matanya hormon kehamilan membuat ibu hamil itu, menjadi lebih sensitif. Dengan pelan tapi pasti, Bian membujuk Carissa, setelah cukup lama membujuk istrinya akhirnya Caca mau memakan makanan yang sudah dibawah oleh Bian.      

***      

"Nak!!" panggil Bunda Iren. Siska yang sedang duduk di tempat tidur Mama Ratih menoleh, wanita itu mencoba menghapus air matanya. Bunda Iren mendekati Siska, wanita itu mengerti bagaimana keadaan Siska saat ini keadaan yang memang sedang tidak baik baik saja. "Makan ya, bunda udah siapin semuanya. Kamu dari kemarin belum ada makan, yok sekarang kamu makan dulu ya Nak," ucap Bunda Iren. Siska hanya menggelengkan kepalanya, dirinya tidak nafsu untuk makan. Pikirannya saat ini, sedang tidak baik baik aja.      

"Jangan gini Nak. Mama Ratih juga gak mau melihat anaknya bersedih, jadi Bunda mohon untuk semangat ya sayang. Ayo. Siska pasti bisa sayang, makan ya."      

Cukup lama membujuk Siska, namun akhirnya wanita itu menganggukkan kepalanya atas ajakan dari Bunda Iren.      

"Kamu tidak sendirian Nak. Ada Bunda yang akan selalu ada buat kamu, bunda akan selalu menjadi orang pertama yang mendukung setiap langkah kamu. Kamu harus, tetap semangat," ujar Bunda Iren. Sehari sebelum Mama Ratih pergi untuk selamanya, wanita itu seolah sudah menitipkan Siska kepada Bunda Iren. Wanita itu banyak menjelaskan tentang bagaimana anaknya itu.     

Bunda Iren yang tidak mengerti hanya menjawab seadanya saja, wanita itu tidak pernah berpikir hal itu akan terjadi.      

###      

Udah bab 100. Itu artinya Volume pertama udah selesai yaa, akan lanjut lagi volume kedua dengan konflik yang juga ringan. Terima kasih buat kalian semua yang sudah support karya ini love you guys.      

      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.